Biologi dan kehidupan :)

Biologi dan kehidupan :)
Rerumputan hijau diterpa matahari yang menyembul di balik awan

2020/02/10

Sang Ikan Hias dan si Manusia


Sebuah dongeng
Suatu hari ada seorang manusia melihat seekor ikan yang sangat indah di sebuah kolam sendirian.  Manusia itu merasa ikan yang dilihatnya itu bukanlah ikan biasa. Makanya ia memberi makan pada ikan itu, dan melihat sang ikan makan walau dengan sedikit ragu, ia bahagia. Bahagia yang tulus tanpa tendensi. Bahagia yang menakjubkan. 
Jika saja semuanya berhenti di sini, maka tidak perlu kutulis dongeng ini. Tapi manusia itu terpesona terhadap kecantikan sang ikan. Ia tidak berharap sang ikan takjub padanya balik Ia ingin selalu bisa melihat kecantikan itu. Sebenarnya ini salah manusia karena ia kira ikan itu juga bahagia diberikan makanan. Ia ingin memelihara ikan itu dengan baik. Ia ingin membuat ikan istimewa ini menjadi seekor ikan yang diperlakukan layaknya ratu. Dia ikhlas dan bahagia melakukannya.
Awalnya ia tak tahu apakah benar menangkap ikan itu untuk bisa dilihatnya setiap hari. Ia tidak ingin menyiksanya tapi jika ia membiarkannya dirinya yang tersiksa karena dia tidak tahu apakah akan masih ada lagi ikan seindah itu atau tidak. Lagipula jika ikan ini dirawat aku bisa memberikannya makanan agar ia tumbuh dengan lebih baik. Ia pikir ia bisa melakukan hal itu dengan senang hati tanpa pamrih semuanya demi sang ikan.
Jadi ia mencari cara membawanya pulang, ia tidak mau memaksa, harus pelan-pelan takut merusak siripnya yang terlihat rapuh. Ia hanya membiarkan makanan kesukaan berada dalam jaring lingkar besar agar sang ikan nyaman makan di sana. Satu dua kali sang ikan merasakan bahaya dan tidak mau mengambil makanan dalam sana. Dua tiga kali sang ikan mengambil makanannya lalu secepat kilat keluar dari sana karena secara insting dia mengira itu adalah sebuah bahaya yang harus dijauhi. Manusia itu tidak sait hati sama sekali atas penolakan itu. Toh ia melakukannya tanpa tendensi dan kalau ikan itu tidak mau dipaksa mau dibawa pulang ke rumahnya, ia tetap bahagia. Ia hanya kadang merindukan sang ikan dan rela menempuh jarak yang jauh hanya untuk melihatnya saja sesekali. Sungguh, ia tak berkeberatan.
Musim kemarau datang, manusia itu khawatir karena kolam sang ikan tiba-tiba kekurangan makanan. Airnya juga menyusut. Jadi ia terus menyiapkan makanan ikannya agar ikan itu bisa bertahan di kolam tanpa harus ia bawa pulang ke rumah. Ia hanya khawatir ikan cantik itu mati karena kehabisan makanan. Tidak ada niat buruk sama sekali.
Sang ikan sebenarnya sangat kuat beradaptasi. Tapi di saat keadaan terdesak akhirnya sang ikan memakan makanannya dan merasa nyaman dalam kotak yang terdapat suplai makanan. Si manusia bahagia karena tidak sia-sia selama ini usahanya. Ikan itu selamat bertahan hidup karena sang ikan mau memakan makanan yang ia berikan. Manusia itu juga karena sudah terbiasa bolak balik hanya untuk melihat ikan maka ia tetap membiarkan sang ikan dalam kolam alaminya. Baginya kesulitan perjalanannya sudah terbayarkan hanya dengan melihat betapa mengagumkannya sang ikan. 
Akan tetapi sang ikan juga sudah mulai terbiasa dan nyaman dengan makanannya. Manusia senang karena pemberiannya dihargai dan berguna, tapi tidak menuntut balasan apa-apa. Ia tidak meminta sang ikan melakukan apapun untuk kepentingannya. Ia membiarkan sang ikan berada dalam jaring lingkar di kolam. Dan ternyata sang ikan tidak keluar, meskipun ia tidak hanya memakan apa yang disiapkan manusia melainkan juga plankton yang tersedia di sana. 
Suatu hari, datanglah seekor kucing yang mau menangkap ikan itu demi kebutuhan perutnya. Manusia itu tidak menyalahkan sang kucing yang hanya mengikuti insting pencari makannya. Tapi jangan menyakiti ikan kesayangannya. Ikan tersebut cukup pandai menghindari si kucing atau para kucing. Tapi manusia itu masih khawatir. Manusia itu akhirnya mencari cara apa yang harus ia lakukan supaya sang ikan terbebas dari kucing. Ia berusaha mengusir kucing, tapi kasihan juga si kucing yang hanya ingin mencari makan. 
Keadaan menjadi darurat ketika air kolam keruh. Ikan tidak bisa bernapas dengan baik. Jadi ia sudah memutuskan untuk membawa ikan itu pulang, dengan alasan keamanan dan keselamatan sang ikan. Sebelum mengangkat jaring lingkar manusia sempat bertanya dan berusaha memahami jalan pikiran sang ikan. Ia harap ia bisa mengerti apa yang sang ikan inginkan, pergi bersamanya atau tetap di kolam tapi sang ikan tidak bisa dibaca pikirannya.
Lalu manusia itu mengangkat jaring lingkar pelan pelan memberikan waktu jika sang ikan tidak ingin ikut bersamanya dan hanya ingin berada di kolam saja. Tapi nyatanya ikan itu bersikap seakan rela untuk diangkat naik dari kolamnya. Jadi si manusia mengasumsikan bahwa ikan tersebut ikut dengan kerelaan hati. 
Sampai di rumah, manusia menyiapkan aquarium kecil dengan hydrilla dan batu alam di dalamnya. Aquarium itu disimpan dalam kamarnya agar lebih terkontrol perawatannya. Ia juga menyiapkan apa-apa yang dibutuhkan sang ikan, termasuk belajar menjadi pemelihara ikan yang baik karena ini adalah pengalaman pertamanya dengan ikan jenis itu. Meskipun ia berani membawa pulang ikan tersebut karena pernah dititipi ikan juga namun ikan tersebut sudah diambil kembali oleh pemiliknya.
Perhatiannya terpusat pada sang ikan, setiap hari ia merasa bersyukur karena ikan tersebut bersedia dipelihara olehnya. Sangat menyenangkan melihat ikan tersebut beratraksi mempertontonkan keindahannya. Seluruh kepenatan dan tekanan yang dirasakannya menghilang ketika melihat sang ikan berada di rumahnya. Ia bersedia menghabiskan waktu dan perhatiannya untuk sahabat kecilnya itu.
Namun suatu ketika manusia itu lupa mengganti air aquarium kecil. Sang ikan sakit dan si manusia sangat khawatir. Ia memanggil dokter hewan, pemerhati ikan hias dan ahli ikan untuk menyembuhkan penyakit sang ikan. Mereka bilang sang ikan butuh aquarium baru yang lebih luas, canggih dan terjamin. Manusia itu menyiapkan aquarium baru yang luas, diisi dengan air bebas klorin, terlindung dari sinar matahari langsung, memiliki sirkulasi air dan oksigen yang bagus dengan lampu, hydrilla, dan batu alam di dalamnya. Meskipun tetap tidak sempurna karena hanya bisa melakukan apa yang ia bisa sebagai manusia biasa. 
Ia belajar cara yang baik untuk merawat ikan lebih giat. Berhasil. Ikan indah itu terlihat betah dengan aquarium barunya. Perawatan yang dibutuhkan pun lebih simpel karena aliran oksigen dan air yang bersih terjaga akibat kecanggihan teknologi. 
Aquarium itu diletakkan di ruang tamu, agar semua orang bisa melihat sang kebanggaan. Kebanyakan orang memuji, memotret, dan menyebarkan keindahannya ke mana mana. Sampai sampai sang ikan terkenal dan dihargai mahal oleh kolektor. Tapi apapun terjadi ini bukan masalah uang bagi si manusia itu tetapi masalah persahabatannya dengan sang ikan yang sudah ia anggap sebagai keluarganya. Dan ikan tersebut lebih berharga dari apa yang mereka kira dalam hati manusia itu. 
    Kadang-kadang manusia itu bercerita tentang bagaimana harinya berlalu pada sang ikan. Bertanya apa yang harus ia lakukan. Bertanya apakah ia sudah menjadi manusia yang bermanfaat atau tidak. Sang ikan selalu menjawab dengan inspirasi dan kejernihan pikiran. Kadang-kadang juga ia duduk memperhatikan sang ikan menatapnya dan bertanya tanya apakah yang sebenarnya ada dalam benak sang ikan. Lamat lamat ia berusaha mendengarkan isi hati ikan tapi jawabannya hanyalah suara air ketika ia berenang dengan elegan. 
Suatu waktu terjadi keajaiban, sang ikan bisa memberikan balasan suara dari isi hatinya. Ikannya bisa berbicara. Tapi hanya dalam pikiran manusia itu saja. Meskipun ternyata dokter hewan, ahli ikan dan pemerhati ikan juga sebenarnya diajak bicara. Sang ikan bisa menyelesaikan masalah dengan perkataan bijaksananya. Sang ikan sering terlibat dalam keputusan-keputusan penting dalam hidup si manusia dan sarannya efektif dan efisien. Kemampuannya luar biasa. Manusia merasa sang ikan adalah berkah yang tak terhingga.
Sang ikan juga mulai memberitahukan apa yang ia inginkan dan rasakan. Manusia itu bahagia karena mengira ia sudah bisa mengerti lebih baik pikiran sang ikan. Manusia itu sering kali mendapatkan perkataan-perkataan manis dari sang ikan. Ia membalas pujian manis itu dengan pujian pula terhadap keindahan sang ikan yang sangat ia kagumi saking bahagianya.
Membalas dengan kata-kata saja tidak cukup. Manusia itu mulai berpikir bagaimana caranya mengekspresikan rasa terima kasihnya pada sang ikan karena telah datang dalam hidupnya. Diberikannya hadiah bermacam-macam untuk kesehatan ikan, menguatkan siripnya agar bisa dipakai berenang lebih tangguh, dan mineral agar sang ikan memiliki sisik yang berkilau. Memang cukup ampuh, karena dengan begitu bahkan sang ikan bisa menjadi sorotan sebagai ikan hias terindah di negaranya. Para tamu memuji dan manusia itu bangga sekali pada sang ikan. “Kamu benar benar anugerah dan kenikmatan yang besar dari Tuhan untukku” katanya. “Iya, memang benar” jawab sang ikan. 
Namun sang ikan setelah cukup lama dikira betah dalam aquarium barunya ternyata tetap tidak menyukai banyak hal yang dilakukan manusia padanya. Baginya manusia hanya bertindak sesuka hati sesuai apa yang ia kira itu benar. Tapi bukan tindakan itu yang sang ikan inginkan. Ia benci dengan habitat buatan di dalam aquarium. Ia ingin habitat yang lebih alami. Sang ikan kesal karena manusia tidak mengetahui apa yang ia pikirkan selama ini. Sang ikan kesal karena manusia terlihat memaksanya untuk ini dan itu. Dia ingin menjauhi manusia, termasuk dokter hewan, pemerhati ikan hias dan ahli ikan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Manusia ini sedih dan lalu berusaha mengabulkan permintaan sang ikan. Ia merekonstruksi kolam lama sang ikan, membangun kolam yang indah dengan suasana alami tapi dengan fasilitas dan teknologi yang semua hal terpenuhi. 
Butuh waktu yang cukup lama untuk pembangunan kolam alami tersebut. Manusia itu bukanlah orang yang paling kaya sedunia. Tapi ia merasa bertanggung jawab atas tindakannya. Ia akui kesalahannya yang tak mengerti lebih baik perihal apa yang sesungguhnya diinginkan sang ikan. Ia mau memperbaikinya, setidaknya berusaha dan tidak menyerah.
Setelah pembangunannya hampir selesai sang ikan lalu setuju untuk dipindahkan ke kolam alami yang baru direnovasi dan dalam tahap penyelesaian. Sang ikan meminta maaf, dan kembali menjadi ikan yang hebat. Dia bahkan bisa beradaptasi dengan cepat di habitat yang sudah lama ia tinggalkan. Si manusia menangis karena begitu takut ditinggalkan oleh sang ikan. Ia bilang bahwa dirinya ingin terus bersama sang ikan sebagai keluarganya. Sang ikan hanya diam tapi tidak berusaha pergi dari kolam.
Lalu, akhirnya diadakan suatu kompetisi dan kejuaraan ikan hias. Manusia ini mengikutinya setelah lama berencana memamerkan keindahan sang ikan pada dunia. Semata-mata hanya karena ia tahu bahwa sang ikan memang hebat. Beberapa kali sang ikan sebelumnya juga pernah bilang dia ingin mencoba mengikuti lomba. Meskipun sang manusia baru saja mengecewakannya, meskipun sang ikan bukan tipe yang senang memamerkan keindahannya. Sang ikan menyetujuinya walaupun ternyata deadline lomba sangat mepet. Manusia itu bahagia bisa mengikuti perlombaan bergengsi bersama ikan yang ia sayangi, ia sudah mengimpikan berfoto dengan sang ikan dengan piala kemenangan di tangan. Hasilnya sang ikan berhasil mempertontonkan kebolehannya dengan spektakuler hingga mendapatkan juara satu. 
Kebahagiaan manusia itu membuncah. Sang ikan bahkan dipuji juga oleh pemerhati ikan dan dokter hewan. Mereka yang selama ini memberi nasehat dan sama sama terpesona dan merasakan ketenangan ketika melihat sang ikan memberikan hadiah masing masing pada sang ikan. Sang ikan tersenyum bahagia, tapi tidak ada yang tahu isi hatinya. Sang manusia salah karena tidak menyadari apa yang disembunyikan sang ikan karena manusia itu bodoh. Dia hanya terus merasa berbahagia tanpa sadar terhadap apapun.
Tidak lama, sang ikan tidak puas lagi dengan kolam alami barunya. Manusia bertanya-tanya ada apa gerangan. Apa yang salah dan apa lagi yang harus dilakukan. Dokter hewan sedang sibuk mengurusi pasien hewan lainnya karena ketenarannya sebagai dokter sang ikan yang melegenda. Pemerhati ikan melihat bahwa sang ikan terlalu istimewa untuk disebut ikan. Manusia itu setuju, sebenarnya. Tapi manusia sudah tidak tahu harus memindahkan sang ikan ke mana lagi. Ia meminta agar sang ikan tetap berada di kolam dulu. Sampai ia mengerti keinginannya atau sang ikan sendiri yang bersedia menyampaikan apa yang ia inginkan.
Akhirnya sang ikan memberitahu ahli ikan bahwa dia ingin pergi ke danau saja. Dia sudah muak dengan obsesi manusia. Ia ingin lepas keterikatan dengan manusia. Ahli ikan memberikan pendapatnya namun sang ikan tetap pada pendiriannya. Dia takut pada manusia itu. Terutama pada manusia itu. Entah sejak kapan.
Sang ikan berkata “Aku takut pada manusia itu, ia bisa memakanku seperti para kucing. Apa tujuannya memberiku hadiah? Ia sangat mengerikan dan aku ingin dia tidak lagi menemuiku.” 
“Tidak, manusia tidak memakan ikan hias yang indah dan hebat seperti dirimu apalagi manusia itu menyayangimu, kamu salah paham.” Kata ahli ikan. 
“Kamu salah, aku bisa melihat sendiri bahwa dirinya berbahaya, bahkan jika tidak memakanku, dia akan mengekploitasiku. Aku lihat sendiri tawa dan tatapan matanya yang mengerikan saat mengikuti lomba bersamaku. Kau tidak di sana jadi kau tidak tahu. Kau tidak merasakan jadi aku, jadi kau tidak bisa memahamiku. Aku akan tetap pergi.”
Akhirnya ahli ikan memberitahu manusia untuk membiarkan sang ikan pergi ke danau dan untuk sementara tidak boleh lagi menengoknya di kolam. 
“Selama ini sang ikan mau berpindah aquarium/kolam karena ingin menjauhkan dirinya darimu. Dia ketakutan pada sikapmu padanya. Apalagi saat lomba kau terlalu bahagia pada kemenangan miliknya. Jangan bicara padanya, agar tak ada masalah yang lebih besar”
Tapi si manusia tak sabar dan khawatiran. Dia pergi ke kolam melihat tatapan nanar sang ikan yang menusuk saat melihatnya. Ia kecewa sedalam-dalamnya walaupun ia tahu sebenarnya mungkin sang ikan punya hak untuk itu. 
Awalnya ia kecewa karena tatapan itu mirip bahkan bisa jadi lebih tajam daripada tatapan sang ikan pada kucing tempo hari. Lalu perlahan berkembang menjadi kesedihan terhadap diri sendiri karena manusialah yang memiliki tangan, bukan ikan. 
  Manusia itu berusaha menerima dan melepaskan setelah ia tahu alasan sebenarnya sang ikan ingin pindah aquarium/kolam selama ini karena ingin menjaga jarak dengannya. Sayang sekali ia baru tahu sekarang, jika saja ia tahu lebih awal ia ingin membuat sang ikan lebih sedikit menderita ketidaknyamanan dan lebih sedikit dalam menahan diri menyampaikan apa yang sesungguhnya ia pikirkan. 
Manusia berkata pada ikan “Selama ini aku tidak pernah menganggapmu sebagai seekor ikan, aku selalu menganggapmu manusia seperti keluarga. Mungkin kamulah yang menganggapku sebagai seekor ikan selama ini.”
"Aku bukanlah kucing atau ikan karnivora, aku manusia meskipun juga memang pemakan ikan tapi ikan hias seberharga keluarga sepertimu tidaklah pantas untuk dimakan. Mungkin manusia lebih mengerikan bahkan lebih dari kucing karena pemakan segala. Tapi tidak. Kau harus berkembang biak saja dengan ikan sesama jenismu agar ada banyak ikan seindah dirimu."
Manusia itu berencana untuk melepas sang ikan, tapi tidak tahu kenapa rasanya sakit sekali. Aku akan membiarkanmu berenang ke manapun kau mau, ketika itu lebih baik bagimu. Kuharap di habitatmu yang baru kau bisa menemukan kehidupan yang kau mau. 
_The End_

Oleh Pecandu Tinta 
Dari Lamunan Kabut