Tema: Kontribusi Untuk Bangsaku
Peran
Generasi Emas Memajukan Bangsa
Oleh:
Nur Afiyah Sulaiman
Indonesia. Sebuah Negara berkembang yang baru saja
mengalami inflasi, lagi… dan lagi… Dimana-mana kita akan mendapati betapa
pemberitaan-pemberitaan tentang para pemimpin bangsa yang sudah terlalu banyak
yang mengecewakan kita. Koruptor merajalela, Kolusi menganak akar, dan Nepotisme pun tak dapat dibasmi begitu
saja. Sehingga meskipun bertumpah ruahnya berita tentang kebobrokan itu, kita
tak lagi merasa ada yang salah. Bahkan yang awalnya gundah gulana melihat
berbagai ketidakadilan dan betapa mirisnya negeri ini mulai muak menelan berita-berita
semacam itu, saking banyaknya.
Apakah itu gambaran sebuah negeri bernama Indonesia
yang kita tinggali? Negeri elok nan kaya yang dijuluki “The Emerald of
Khatulistiwa” atau yang biasa disebut juga dengan “Zamrud Khatulistiwa”. Negeri
yang memiliki ratusan suku budaya beragam yang begitu istimewa.
Ya. Itulah negeri kita… Negeri yang memiliki banyak
keistimewaan dan sumber daya alam yang berlimpah namun disia-siakan oleh bangsanya
sendiri. Coba tebak mengapa itu terjadi?! Kurangnya SDM (Sumber Daya Manusia)
merupakan masalah utama negeri ini.
Negara ini butuh inovasi. Akan tetapi selama
puluhan, ratusan bahkan berabad-abad jika dihitung semasa penjajahan Portugis,
Belanda, Inggris dan Jepang Negara ini tetap saja ben=rgantung pada Negara lain.
Kita hanya berfokus pada konsumsi teknologi sementara mengabaikan pengembangan
teknologi. Menjual minyak mentah untuk diolah oleh bangsa lain kemudian membeli
bahan bakar tersebut lagi dari mereka dengan harga yang jauh lebih mahal. Oh. Betapa
bodohnya para penentu kebijakan di atas sana.
Teknologi-teknologi maupun berbagai penemuan sains
yang telah menelan biaya begitu besar justru terkadang hanya dibiarkan begitu
saja, hanya berdebu di perpustakaan tanpa adanya implementasi kongkrit untuk
mengaplikasikannya.
Sebenarnya sangat banyak pemuda-pemuda Indonesia
yang memiliki potensi-potensi untuk mengembangkan negeri ini. Hanya saja mereka
tak bisa berbuat apa-apa saat orang-orang serakah yang duduk di jabatan tinggi
pemerintahan tak menggubris ide-ide mereka demi uang dan kepentingan pribadi
mereka. Atau mereka justru terhanyut dalam keadaan lemah tak berdaya melawan
arus kuat dari “lingkaran setan” birokrasi yang telah mengepung Negara ini.
Atau yang lebih menyakitkan lagi, berkhianat pada negeri sendiri untuk
memajukan bangsa lain.
Maka oleh karena itulah sangat penting bagi kita
untuk menyadari seberapa penting peran generasi kita dalam kontribusi kita
untuk bangsa ini. Apa yang harus kita bangun untuk mencapai itu semua. Apa yang
harus kita pahami agar kita tetap konsisten dalam perjuangan melanjutkan
pembangunan bangsa kita, bangsa Indonesia tercinta.
Sebagai salah satu mahasiswa, saya sangat bangga
ketika dulu Sumpah Pemuda diikrarkan. Yaitu disaat seluruh pemuda Indonesia
bersatu mengikrarkan untuk memerdekakan Indonesia. Tanpa membedakan ras, suku,
serta budaya mereka berjuang untuk tanah air tercinta ini.
Akan tetapi menurut saya adalah perlu untuk
mengingatkan kembali. Bahwa prestasi dan hasil kerja keras tersebut lahir dari perjuangan
dari banyak orang. Adanya Sumpah Pemuda bisa dilakukan karena adanya rasa kebersamaan
yang kuat untuk memerdekakan Indonesia.
Namun bagaimana dengan sekarang? Kalau saya boleh berpendapat, mungkin sekarang rasa kebersamaan dikalangan pemuda dan mahasiswa sudah mulai luntur dan berkurang. Rasa keegoisan lebih diutamakan ketika permasalahan yang ada itu muncul, emosi yang memuncak ketika permasalahan yang ada itu tidak terselesaikan.
Lihat saja fakta yang ada sekarang, pemuda antar kampung, mahasiswa antar mahasiswa terlibat tawuran. Apabila dilihat dari permasalahan yang timbul sebenarnya sederhana, yakni lebih mengutamakan rasa egois dan emosinya bukan kesabaran serta pengendalian diri yang dikedepankan.
Cobalah untuk berintrospeksi sejenak, sudah sejauh mana kita sebagai pemuda berkontribusi untuk bangsa ini, sudah sejauh mana kita sebagai pemuda membantu bangsa ini keluar dari keterpurukannya.
Namun bagaimana dengan sekarang? Kalau saya boleh berpendapat, mungkin sekarang rasa kebersamaan dikalangan pemuda dan mahasiswa sudah mulai luntur dan berkurang. Rasa keegoisan lebih diutamakan ketika permasalahan yang ada itu muncul, emosi yang memuncak ketika permasalahan yang ada itu tidak terselesaikan.
Lihat saja fakta yang ada sekarang, pemuda antar kampung, mahasiswa antar mahasiswa terlibat tawuran. Apabila dilihat dari permasalahan yang timbul sebenarnya sederhana, yakni lebih mengutamakan rasa egois dan emosinya bukan kesabaran serta pengendalian diri yang dikedepankan.
Cobalah untuk berintrospeksi sejenak, sudah sejauh mana kita sebagai pemuda berkontribusi untuk bangsa ini, sudah sejauh mana kita sebagai pemuda membantu bangsa ini keluar dari keterpurukannya.
Marilah kita generasi muda melakukan kontribusi-kontribusi
untuk bangsa Indonesia tercinta ini. Kalau bukan kita, siapa lagi yang mau
membanggakan bangsa ini??? Kalau bukan kita, siapa lagi yang menolong bangsa
ini??? Dan kalau bukan kita siapa lagi yang akan membangun bangsa Indonesia
ini???
Cobalah kita tengok betapa banyak potensi-potensi Negara kita… Dari aspek pariwisatanya, kekayaan alamnya, keberagaman budayanya, lokasinya yang strategis, musim tropis yang sangat menguntungkan tidak hanya bagi para petani namun juga bagi seluruh penduduknya, wilayah kepulauannya, dan masih akan sangat banyak lagi apabila kita mau menemukannya.
Cobalah kita tengok betapa banyak potensi-potensi Negara kita… Dari aspek pariwisatanya, kekayaan alamnya, keberagaman budayanya, lokasinya yang strategis, musim tropis yang sangat menguntungkan tidak hanya bagi para petani namun juga bagi seluruh penduduknya, wilayah kepulauannya, dan masih akan sangat banyak lagi apabila kita mau menemukannya.
Tak perlulah jauh-jauh untuk mengamati Bali, Toraja,
dan wilayah-wilayah lain dari Indonesia yang termahsyur seantaro mancanegara.
Kita amati saja dulu betapa kayanya Makassar… sebuah kota di kawasan Indonesia
Timur yang biasa juga disebut dengan Kota Daeng ini. Cobalah kita bertanya pada
kakek dan nenek kita seberapa penting bagi mereka perjuangan mempertahankan
kemerdekaan di bumi Angin Mammiri. Apakah kita lantas tak tergugah untuk
memaknai dan menghargai jasa-jasa para pejuang yang gugur di tanah ini?
Amatilah keberagaman suku-suku di Sulawesi
Selatan seperti suku Makassar, Bugis, Toraja
Mandar, dan lain-lain yang hidup bersama dalam suatu harmoni di kota ini.
Apakah itu tak cukup dapat diperhitungkan sebagai kekayaan budaya?
Kemudian hitunglah berapa banyak objek wisata yang bisa
dikunjungi… Pantai Losari, Pantai Akkarena, Fort Rotterdam, Somba Opu, Bantimurung,
Pantai Akkarena, dan banyak lagi termasuk Trans Studio Makassar yang termasuk
sarana bermain indoor (Indoor Theme Park ) modern yang terbesar di
Indonesia Timur.
Terlalu banyak potensi yang kita miliki yang
seharusnya bisa dioptimalkan agar kita bisa menjadi Negara yang lebih maju. Lalu
kurang cukup apa lagi negeri kita untuk bisa kita bangun menuju peradaban yang
lebih maju? Hanya kurang kemauan dan akhlak. Kita hanya bisa berorientasi pada
dunia tanpa memedulikan sisi agama. Negara-negara seperti di Eropa, Australia,
Jepang, Amerika, dll. menjadi maju karena mereka meninggalkan kitab mereka. Sedangkan
kita terpuruk dalam tempurung seperti ini karena kita meninggalkan Al-Qur’an.
Andai saja para generasi muda dapat memahami itu dan
dapat dibina semaksimal mungkin agar kita dapat mencetak generasi emas pelanjut
bangsa yang unggul dan diharapkan. Tentunya kita boleh tersenyum mendengarnya
diantara sekian berita buruk lainnya dari negeri ini. Akan tetapi apakah generasi
emas pada jaman kekinian telah mencakup kapasitas tersebut atau belum.
Entahlah. Kita hanya bisa berdoa dan berharap agar suatu hari nanti kita,
sebagai generasi pelanjut dapat memegang peranan penting untuk kebaikan bangsa
ini dan bukan justru sebaliknya. Amin ya rabbal alamin.
Makassar, 1 September
2013
Nur Afiyah Sulaiman
http://fiyahsulaiman.blogspot.com
dibuat dalam rangka rectcruitment UKM KPI Unhas