Biologi dan kehidupan :)

Biologi dan kehidupan :)
Rerumputan hijau diterpa matahari yang menyembul di balik awan

2012/07/27

Kilasan Film The Legend of Korra


Tanah.
Api.
Udara.
Air.
Ketika aku masih kecil, ayahku AvatarAang menceritakan kisah bagaimana ia dan teman-temannya secara heroik mengakhiri perang yang berlangsung selama 100 tahun. Avatar Aang dan Raja Api Zuko, mengubah koloni Kerajaan Api menjadi Negara Republik. Sebuah masyarakat dimana "pengendali" dan "non-pengendali" dari seluruh dunia bisa hidup dan berkembang bersama dalam damai dan harmoni. Nama ibukota dari tanah itu adalah Republik City. Avatar Aang telah mencapai prestasi yang besar dalam hidupnya. Tapi sayangnya, waktunya di bumi telah berakhir. Layaknya perputaran siklus musim,perputaran siklus avatar yang baru dimulai.
 Sekuel diatas merupakan sebuah pembuka dari episode pertama film yang berjudul Avatar the Legend of Korra.Yap. Korra, dia adalah seorang gadis dari suku air selatan yang ditakdirkan terlahir sebagai Avatar. Sejak kecil ia telah menguasai sisi fisik dari pengendalian Air, Bumi, dan Api. Menjelang usia 17 tahun, Korra menunjukkan bakatnya pada pengendalian api di depan Urutan Teratai Putih (White Lotus), guru
pengendali apinya, dan Katara, guru pengendali airnya. Walau sebenarnya ragu akan kekuatan spiritual Korra, akhirnya Ketua Urutan Teratai Putih setuju untuk meluluskan Korra. Tinggal elemen udara saja yang belum mampu ia taklukkan. Oleh karenanya, ia menemui Tenzin -anak bungsu Avatar Aang dan Katara sang Master Pengendalian Udara- untuk belajar pengendalian udara.
Akan tetapi Tenzin memutuskan untuk menunda pembelajaran atas pertimbangan bahwa ia juga bertanggungjawab atas kondisi kota Republik yang tidak stabil dan dilanda beberapa masalah. Korra yang memang pada dasarnya keras kepala kemudian mengambil jalan pintas dengan kabur. Dan malam itu juga, Katara melihatnya. Katara bilang, "Saudaraku dan kawan-kawanku sudah lama meninggal. Kini saatnya kau (Korra) dan generasimu yang bertugas menjaga kedamaian dan keseimbangan dunia."

Maka dengan menumpang kapal muatan, Korra nekat pergi ke Kota Republik membawa Naga, anjing beruang kutub pemandunya. Tanpa bekal dan uang, Korra berusaha mencari makanan di kota itu dengan menangkap ikan di suatu danau dan ia tidak tahu bahwa hal itu ternyata dilarang. Namun sebelum diusir, Korra bertemu dengan seorang pengemis _yang nantinya membantu mereka menghadapi Amon.

Belum terlalu jauh setelahnya Avatar Korra kemudian berhadapan dengan sebuah geng kriminal pengendali (Triple Triad) serta anggota dari sebuah suara revolusi pergerakan anti-bending. Meskipun telah berhasil melumpuhkan anggota geng tersebut, namun Korra punya masalah baru. Ia ditahan oleh kepolisian karena dianggap merusak kota. Kepala kepolisian itu bernama Chief Lin Bei Fong yang tak lain merupakan anak dari Toph.
Beruntung Korrra dapat dibebaskan setelah Tenzin datang dan menjamin bahwa Korra tak akan mengulangi kerusuhan yang sama. 

Korra akhirnya diijinkan tinggal di Pulau Kuil Udara, rumah milik Tenzin. Ia sangat senang, dan kemudian ia memulai pelatihan pengendalian udaranya. Ia sangat kesulitan, walau sudah dibantu oleh Jinora, Ikki, dan Meelo. Korra mendapati dirinya kesulitan dengan menguasai "elemen kebebasan", di mana ia akhirnya membakar habis peninggalan ratusan tahun yang digunakannya untuk latihan, memancing kemarahan Tenzin. Agaknya pengendalian Udara bagi Korra sama seperti Pengendalian Api bagi Aang. 


Korra lebih tertarik pada pertandingan pro-bending yang ingin ia tonton sejak kecil walaupun tentu saja Tenzin selalu melarangnya. Tapi Korra tetap datang ke pertandingan secara sembunyi-sembunyi dan bertemu Bolin. Dia menonton pertandingan dengan antusias serta sangat mengagumi cara bertanding Mako yang tampan dan hebat. Hingga selanjutnya ia tidak sengaja ikut dalam pertandingan ketika salah satu anggota tim Fire Ferrets yang bernama Hasook (Pengendali Air) tidak hadir dalam pertandingan setelah bermasalah dengan Mako(Pengendali Api) dan Bolin (Pengendali Bumi), dua orang bersaudara tim Fire Ferrets. Awalnya, Mako hampir tidak mengakui Korra, dengan asumsi dia hanya salah satu dari fans-nya Bolin.

Tenzin sangat terkejut mengetahui Korra berada dalam arena pertandingan. Sehingga ia segera datang menjemput Korra yang ketika itu keluar dari arena karena belum memahami peraturan pro-bending.Namun dengan jiwa pemberontak Korra, ia bersikeras melanjutkan permainan. Ternyata Korra berhasil memenangkan pertandingan di babak ketiga melawan Tigerdillos Kuil Emas dan membuat Tenzin menyetujui pro-bending untuknya.

Pare-Pare

Inilah tahun terakhir kami menikmati libur Ramadan sepanjang kurang lebih empat puluh hari. Saya berusaha untuk tidak meyia-nyiakannya dengan kembali mengikuti pesantren kilat -jadi pengajarnya maksud saya-. Sebenarnya masih ada pilihan lain selain Pare-pare. Misalnya Sengkang, yang sebagian besar orangnya termasuk orang-orang yang peskil Soppeng tahun 2010 lalu. Atau Bulukumba, dengan Pantai Bira berpasir putihnya. Akan tetapi, dengan memilih Pare-pare, saya terbebas dari uang sewa mobil dan uang nginap. Karna mobil nebeng di Yasmin, rumah nebeng di Ima Zahra. Namanya juga orang hemat, meskipun ternyata Pare-pare juga menguras dompet karena untuk transportnya memakai taxi dan jalan-jalan yang memakan biaya

Baiklah sepertinya terlalu panjang saya menjelaskan, jadi langsung saja...

Siang itu, saya, Tami, Fika Wulandari, Irma Rahmayani dan Yasmin berkumpul di samping jalan masuk Ummul. Kami baru berangkat menuju Pare-Pare bersama orang tua Yasmin saat Selpi mengabarkan mereka sudah masuk Barru. Perjalanan kami berlanjut hingga malam. Dan karena kondisi perut, kami sempat singgah sebentar di warung makan salah satu SPBU di Barru. Hingga akhirnya kami sampai di rumah Ima Zahra dengan selamat.

Pagi harinya, kami bergegas menuju SMP 3 berhubung diantara tiga rumah yang teman kami tempati, rumah Ima adalah yang terjauh. Namun ternyata rombongan di rumah Menho dan Selpi bahkan belum siap berangkat ke lokasi.Jadi kami berfoto-foto dulu sekalian menunggu mereka.

  Sore harinya, kami berkumpul di Es Teler 77 untuk berbuka puasa. Nah, Ini nih salah satu tempat yang menguras isi dompet saya di sana.Tapi yah, tidak apalah demi kenangan bersama Atf.Spexsolid...

  Nah, karena sejak tadi saya belum membahas tentang prosesi mengajar, sekarang saya perlihatkan suasana kami mengajar. Yah, yang ini sih baru mulai perkenalan...

Yang ini baru waktunya kami beraksi memberikan materi kepada anak SMP 3.

Setelah merasa terlalu diam dibandingkan waktu saya pesantren kilat di Soppeng dan Pare-pare -karena saya pikir teman saya yang lain lebih dapat mengatasi mereka tanpa saya- saya mulai berkeliaran ke kelas lain.

Sepulang dari mengajar, kami -anak Kamar Arisan- mengunjungi rumah Tante dari Irmayanti Abdullah yang katanya dekat. Dekat kalau potong kompas, memang.. Tapi jalanan yang kami lalui itu loh... 'ular naga panjangnya bukan kepalang' dan 'mendaki gunung lewati lembah' . Pegal kaki kami dibuatnya.


Tapi ternyata benarlah pantun yang mengatakan,
" Berakit-rakit ke hulu 
Berenang-renang ke tepian
Bersakit-sakit dahulu 
Bersenang-senang kemudian"
 Kami bagai menemukan harta karun! Pemandangan elok nian rupanya menghampar di sana.


Setelah itu kami kembali ke sekolah untuk menghadiri buka puasa bersama siswa dan guru SMP 3 Pare-pare itu. Maklum hari terakhir mengajar.

Selesai mengajar, kami melanjutkan misi berbelanja di Pasar Senggol yang kemudian diteruskan dengan buka puasa di KFC Pare-Pare.

Belum puas jalan kami kembali mengarungi indahnya pantai Pare-pare sambil mencari hidangan buat malam terakhir kami di Pare-pare. Hmm, melepas kepulangan Irmayanti sekaligus nebeng transport.

Setelah itu, karena lapangan dan pantai jaraknya dekat, maka kami tergiur mampir dan mencoba menaiki komidi putar. Yah, kesukaan andrea Hirata itu looh... Tapi mekipun ingin dan diajak Irma R, saya harus berpikir dua kali menaikinya karna sampai disini uang saya sudah menipis dan tinggal mengandalkan uang cadangan dari tabungan pribadi saya.


2012/07/17

Our Story


Awal mula.
Kali pertama kaki menjejak tanah ini
Banyak yang berkecamuk.
Sedih. Takut. Marah. Sendirian.
Mencoba bertahan
Berusaha kuat dan tegar

Satu tahun,
Kita saling belajar mengenali
Meski ternyata tak semudah menerbangkan debu
Tanah asal manusia  beragam warna, bentuk ,dan sifat
Sedang kita baru mencoba bersatu
Berpegangan dan saling membantu

Dua tahun,
Kita berjuang diantara segala kesulitan
Melewati semuanya bersama-sama
Pertengkaran. Amarah. Rangkulan. Canda. Tawa.
Saling melengkapi
Saling meraih jika terjatuh

Tiga tahun,
Kebersamaan tercipta begitu indah
Seindah pelangi, seindah birunya langit
Tapi begitu kebersamaan mengikat kita serat-eratnya
Ada yang harus memulai kisah baru, meninggalkan haru
Dan Sang Waktu pun harus terus menyusuri takdir

Empat tahun,
Kita bermetamorfosis
Putih-biru, putih-abu-abu
Tak semua berubah
Tapi juga tak lagi sama persis
Mengembangkan sayap baru, yang tumbuhnya bukan lagi baru

Lima tahun,
Kita diuji
Sampai di mana kita bisa mempertahankan kekompakan dalam perbedaan pendapat?
Apakah kita benar-benar saling memiliki?
Tapi tak kan ada yang dapat memutus rajutan kuat pada hati kita
Yang telah terajut sekian tahun, sekian lama

Enam tahun,
Perjalanan panjang sisa sedepa saja jaraknya
Tapi kita tak mau waktu melaju terlalu cepat
Karena tak ada yang mau kebersamaan ini berakhir
Lembaran-lembaran terakhir begitu berharga untuk terlewatkan
Dan kuharap ia akan tetap manis meski kami telah berpisah

Kawan,
Nanti saat kita sama-sama mengejar asa, cita-cita, dan harapan di luar sana
Genggamlah kenangan kita
Semoga tak akan ada yang melupakan
Semua momen, rasa, suka, duka yang kita lalui selama ini
Selamanya…

2012/07/03

My Lovely Family

Boleh tidak saya perkenalkan keluarga saya? Boleh? oh ya, mari yuuuk...


Ini sang kepala keluarga; Sulaiman Gosalam. Orang supersibuk yang -syukurnya- tidak lupa menyempatkan diri mengakrabkan diri dengan anak-anaknya. Seorang Ayah yang patut mendapat medali karena tahan menghadapi dan menerima saya sebagai anak sulungnya yang begini-begini aja.


Sang Bidadari; Nur Erawaty. Seorang wanita lembut berhati permata-intan-berlian yang melahirkan saya ke dunia ini. Wanita terbaik sepanjang masa yang Allah pilihkan menjadi orang terpenting dalam hidup saya. Mama kebanggaan saya, Mama saya tercinta.


Adik saya paling tua: Nur Afifah Sulaiman. Paling menjulang, dan paling putih diantara kami bersaudara. Juga yang paling sering ngomel karena dia sering disuruh masak, dan saya cuma bantu-bantu menyiapkan bahan masakan. Yah, apa boleh buat? Siapa suruh pintar memasak, ya kan?


Nah, inilah adik saya yang paling ganteng; Muhammad Ismail. Mukanya memang polos, tapi sebenarnya anak ini jahil nian tak terperi. Foto ini diambil tahun lalu, saya cari-cari fotonya yang sendirian gak ketemu-ketemu kecuali satu ini. Maklum anak cowok. Sekarang sih dia sudah berubah; tambah kayak pohon kelapa, tapi usilnya masih sama.


Yang ini namanya Ica, baru lulus SD mau masuk SMP. Sebenarnya dia suka negur saya karena saya tetap manggil dia Ica, bukan Izah _nama lengkapnya Nur Azizah Sulaiman_. Tapi saya keukeh manggil dia Ica selama saya belum terbiasa manggil Izah.


Yang bungsu ini namanya Nur Aini Sulaiman. Baru lulus TK dan tahun ini baru masuk SD. Kasian sih sebenarnya, soalnya dia masih suka main boneka tapi kakak-kakaknya udah SMA dan SMP. Untung Ica masih bersedia menemani dia bermain layaknya para bocah.


Barangkali itu yang membuat mereka terlihat sebaya. Meskipun Aini masih berusia enam tahun dan Ica sudah hampir dua belas tahun. Namun mereka nampak seperti beda satu-dua tahun saja.

So, inilah keluarga saya, yang insya Allah sakinah mawaddah wa rahmah...aamiiin...